Suara Kemiskinan Lirik

Suara Kemiskinan Lirik

Indoonesiabaik.id - "Kabar gembira bagi kita semua." Kata-kata itu rasanya pas untuk menggambarkan kabar baik yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini. Tren penurunan kemiskinan Indonesia patut diapresiasi.

Jumlah Penduduk Miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46 juta orang . Jika dibandingkan dengan Maret 2022, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 0,26 juta orang.

Jumlah Penduduk Miskin Tahun ke Tahun

Usaha pemerintah dan masyarakat untuk terus mengentaskan kemiskinan makin menunjukan hasil positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase kemiskinan Indonesia semakin menurun.

Secara umum, pada periode September 2012–Maret 2023, tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase, kecuali pada September 2013, Maret 2015, Maret 2020, September 2020, dan September 2022.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang. Dibandingkan September 2022, jumlah penduduk miskin menurun 0,46 juta orang. Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2022, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 0,26 juta orang.  Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 tercatat sebesar 9,36 persen, menurun 0,21 persen poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022.

Kemudian, persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen, menurun 0,17 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021.

Sedangkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang, menurun 0,34 juta orang terhadap September 2021 dan menurun 1,38 juta orang terhadap Maret 2021.

Jumlah penduduk miskin sebelum pandemi atau pada Maret 2019 sebanyak 25,14 juta orang atau 9,41%. Jumlah penduduk miskin meningkat memasuki tahun pertama pandemi dan mencapai puncaknya pada Maret 2021 sebanyak 27,54 juta orang atau 10,14% dari total penduduk.

Jika data ditarik dari pasca reformasi, pada rentang 1999-2004, pemerintah berhasil menurunkan kemiskinan sebesar 6,77%. Pada 2014-2019, penurunan kemiskinan sebesar 1,74%. Bahkan, penurunan angka kemiskinan di Indonesia disebut sebagai upaya progresif pemerintah di mata negara-negara dunia.

Yuk! Semangat Terus Berantas Kemiskinan Ya!

ini merupakan salah satu lagu dari penyanyi dangdut legendaris Yus Yunus.

Dimana lagu ini di rilis pertama kali pada 1994.

Lagu ini berhasil di tonton 13M views.

Mengapa dalam perjalanan cintakuSelalu ada yang merintangiPada diriku yang hina

Takkan lagi ada satuRuncingnya bambu menusuk hatimuKarena aku tak terima engkau dihina

Oo manis, biarkanlah akuAku ini orang kecilHarus hitung-hitung kecil

Pagi sore aku selalu menimbang diriMemang tak pantas bersanding denganmuKucinta padamu kasihPria idaman kucariJangan pergi tinggalkanku sendiri

Sekuat apa pun tulang di punggungmuTak mungkin mampu membuntutikuKita tak berdaya walau saling cintaBerpisah itu jalan yang utama

Jubah hitam ini tongkat panjang iniMenjadi teman sependeritaankuKerudungmu yang cantik bersulam bermanikTak mungkin bersatu dalam koperku

Hai lelaki pengembaraBiarkan kuikut sertaMati pun aku rela bagai Rama dan ShintaSeiya dan sekata

Takkan lagi ada satuRuncingnya bambu menusuk hatimuKarena aku tak terima engkau dihina

Sekuat apa pun tulang di punggungmuTak mungkin mampu membuntutikuKita tak berdaya walau saling cintaBerpisah itu jalan yang utama

Lagu ini tengah viral di media sosial TikTok hingga YouTube karena mengandung makna dan mendalam dalam setiap bait lagu.

Arti dari lagu ini adalah seorang yang tengah gundah gelisah menerima kabar sang kekasih sudah bahagia dengan tunangannya.

Tanda hujan turun seng suara

Deng barat hati bet bajalanDong carita se su tunanganAer mata jatuh di dermaga

Ombak su bawa jauh jauh jauhTapi nyong yang putar baleBeta panggayong jauh jauh jauh

Arus pukul beta tabaleIni nyong punya mau mau mauPar bikin katong dua tapeleDong datang kasi tau tau tau

Kal nyong su ada yang kele

Video call deng ale carita ni seng parlenteManangis maraju padede tunggu beta baleKaringat yang jatuh se di sana

Seng tau beta susahAngin antar carita ganti rindu deng luka

Deng barat hati bet bajalanDong carita se su tunangan

Aer mata jatuh di dermagaTampa katong tapisah

Ombak su bawa jauh jauh jauhTapi nyong yang putar bale

Beta panggayong jauh jauh jauhArus pukul beta tabaleIni nyong punya mau mau mauPar bikin katong dua tapele

Dong datang kasi tau tau tauKal nyong su ada yang kele

Susah beta rasaSaki su biasa

Seng anggap beta lai eDeng janji yang dolo ale kasihSamua su hilang parcumaSio jang datang lae par beta

Su ikhlas se bahagiaJang pikir beta laiJanji putih yang biking tong taikaSu tabungkus noda deng dosa

Ombak su bawa jauhMangapa sampe pisah eAngin jua su tauDua kali katong pisah e

Ombak su bawa jauh jauh jauhTapi Nona yang putar baleBeta panggayong jauhArus pukul beta tabale

Ini Nona punya mauPar bikin katong dua tapeleDong datang kasi tauKal ale su ada yang kele

Angin datang kasih kabarDia bilang se su sanang deng dia di sanaMalam datang seng bawa bintangTanda hujan turun seng suara

Artikel Penuntun - KEKAYAAN DAN KEMISKINAN

Ayat: "Lalu Yesus memandang dia dan berkata, 'Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.'"

Salah satu pernyataan Tuhan yang paling mengejutkan ialah bahwa sebenarnya hampir tak mungkin bagi seorang kaya untuk masuk Kerajaan Allah. Namun ini hanya satu dari banyak pernyataan Tuhan mengenai kekayaan dan kemiskinan, serta memberikan pandangan yang diulang oleh rasul-rasul dalam beberapa surat kiriman PB.

(lihat cat. --> Ams 10:15).

[atau --> Ams 10:15]

lih. art.SIFAT PENYEMBAHAN BERHALA).

(lih. art.PERSEPULUHAN DAN PERSEMBAHAN.

Salah satu tugas yang dianggap oleh Yesus sebagai misi-Nya yang dipimpin oleh Roh ialah "menyampaikan kabar baik kepada orang miskin" (Luk 4:18; bd. Yes 61:1). Dengan kata lain, Injil Kristus dapat ditegaskan sebagai Injil kepada orang miskin (Mat 5:3; 11:5; Luk 7:22; Yak 2:5).

lihat cat. --> Yoh 14:3).

[atau --> Yoh 14:3]

(lih. art.PEMELIHARAAN ORANG MISKIN DAN MELARAT).

(lihat cat. --> Wahy 2:9).

[atau --> Wahy 2:9]

Artikel yang terkait dengan

Menko PMK Rilis Angka Penurunan Kemiskinan dan Kemiskinan Ekstrem Semester I Tahun 2024

KEMENKO PMK -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy merilis pembaruan capaian angka penurunan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia untuk periode semester I tahun 2024. Kegiatan ini dilakukan di Ruang Heritage Kantor Kemenko PMK, pada Rabu (3/7/2024).

Angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, angka kemiskinan di Indonesia sebesar 9,03 persen. Angka ini telah mengalami penurunan sebesar 0,33 persen yang mana semula pada bulan Maret 2023 angka kemiskinan sebesar 9,36 persen. Angka kemiskinan 9,03 persen ini merupakan angka terendah dalam kurun waktu 10 tahun terakhir

Sejalan dengan angka kemiskinan, kondisi kemiskinan ekstrem di Indonesia juga terus mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin ekstrem Indonesia pada Maret 2024 sebesar 0,83 persen, berhasil turun 0,29 persen poin terhadap Maret 2023 sebesar 1,12 persen.

Menko PMK Muhadjir Effendy menjelaskan, capaian ini merupakan bukti komitmen pemerintah dalam upaya menurunkan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem. Dia menyampaikan, pihaknya terus berupaya mengejar supaya target penurunan bisa mendekati target, yang ditentukan oleh Presiden RI Joko Widodo, yaitu untuk penurunan angka kemiskinan 7,5 persen, dan angka kemiskinan ekstrem di bawah 0 persen di tahun 2024.

Muhadjir menuturkan bahwa sisa waktu dalam mengejar target tahun 2024 adalah 5 (lima) bulan. Karenanya dia menegaskan, upaya-upaya dan intervensi akan terus diperkuat dan dipercepat oleh pemerintah.

"Kita upayakan dalam lima bulan ke depan untuk semua intervensi yang sudah ada kita optimalkan. Intervensinya dari tiga strategi, yaitu menekan angka pengeluaran keluarga miskin, menaikkan pendapatan melalui program pemberdayaan, dan kita juga mengoptimalkan penanganan kantong kemiskinan," jelasnya.

Pemerintah telah melakukan 3 strategi utama, yaitu: Penurunan beban pengeluaran; Peningkatan Pendapatan dan; Pengurangan kantong-kantong kemiskinan yang berjalan secara konvergen dan terintegrasi. Hal ini dilakukan sebagai wujud nyata untuk melindungi kelompok-kelompok rentan agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan dan mendapatkan akses kebutuhan dasar yang setara.

Selain itu, strategi pentahelix melalui kolaborasi dan sinergi antara Pemerintah Pusat, Daerah, Akademisi, Organisasi Masyarakat, dan Media Massa, diharapkan dapat memperkuat upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dan menurunkan angka kemiskinan.

Lebih lanjut, Menko Muhadjir menyampaikan selain peran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memiliki andil yang nyata dalam upaya menurunkan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.

"Semuanya sangat tergantung pada kemauan baik dan kesungguhan pemerintah daerah setempat. Karena urusan kemiskinan ini adalah urusan pemerintah konkuren. Tanggung jawab dan wewenang itu berbagi antara pusat dan daerah," ungkapnya.

Menko PMK menjelaskan, pemerintah pusat tidak bisa langsung melakukan  intervensi tanpa andil pemerintah daerah, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota. Menurutnya, bila pihak daerah memiliki kemampuan fiskal dan anggaran yang baik, maka bisa melakukan inisiatif untuk melakukan langkah-langkah intervensi kemiskinan tanpa menunggu arahan pemerintah pusat.

Sebaliknya, bila daerah-daerah yang tidak memiliki kemampuan fiskal yang kiat dan anggaran yang tidak memadai, maka pemerintah pusat akan memperkuat intervensi untuk mempercepat penanganan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.

"Dalam lima bulan ini saya akan meminta deputi yang menangani untuk memastikan daerah mana yang angka kemiskinan dan kemiskinan ekstremnya tinggi dan butuh intervensi pemerintah pusat. Dan tentu saja tetap melibatkan pemerintah daerah," jelasnya.

Muhadjir menerangkan, untuk penanganan kemiskinan ekstrem semakin kecil angkanya maka semakin sulit untuk ditangani. Hal itu menurutnya seperti kerak nasi yang membutuhkan upaya lebih keras dalam menghapusnya. Karenanya, dia menjelaskan, untuk mengatasi kemiskinan ekstrem sampai 0 persen perlu upaya dan modal yang lebih besar, termasuk juga memperluas cakupan intervensi.

"Karena itu, kita Kemenko PMK juga akan mengoptimalkan menurunkan pengeluaran yaitu untuk anggota keluarga miskin lansia dan difabel, serta mereka yang mengalami sakit permanen. Itu harus mendapatkan intervensi untuk pengeluaran atau bansos secara permanen. Ini nanti kita akan rapihkan dan dimasukkan dalam data P3KE," jelasnya.

Meskipun masih perlu kerja keras, Muhadjir mengaku optimis angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia bisa mendekati target yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo.

"Memang targetnya untuk kemiskinan 7,5 persen, dan posisi kita 9,03 persen. Kita berharap kalau penurunan konsisten 2,33 persen maka mestinya akhir tahun nanti sudah bisa di bawah 9 persen. Artinya di bawah 8,5. Untuk Kemiskinan Ekstrem Saya optimis akhir tahun 2024 walaupun tidak 0 bunder mestinya bisa di bawah 0,5 persen," ungkap Muhadjir. (*)

%PDF-1.5 %µµµµ 1 0 obj <>>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/ExtGState<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/MediaBox[ 0 0 595.4 842] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœ½ÛRÛHö�*þA�ÖT,ÔÝRKÚššªB)f!µa¸…(̳[üýö9}•Ô�ŒÝÞTËê˹ô¹÷ñÎûù¢ý~qµH~ÿ}çýbqqõãæ:ù¶³;[,f¿þÞ9{y¼Ù9¹¸m.íìaçôùr¯þœÍ7ó?þHv÷>$ÿÞÞʳþÕuE“<)›2+’º Éüf{ë_¿%Û[»gÛ[;’¤Jξoo1+OÄ·<«i™”$ËÅÇÙ/1çà´JnŸÄ–É-~«Õ·ƒí­o““÷é”°É—”Oö¾ÂsŽÏIJŠÉÉ~:-'ŸÓf"'‰�Ó”�‰]#Ÿìw\w€ÛàâÂw»Ú�øwröi{k_Pñ×öÖ“¦ÎxíRŒ„*ú¾‹³tJëÉר°)i2„}¢XÐe‘äÎQÊ /dÜÞ{Àv°êc<|ÅLB7"[š*Æ"@½ ¼vLódJøäøä0e•ÃÀžÌïù*õŽ½¶%ü‘F.ï èäÎâ£:5'ðÉóQ¢ºŸRfNfuf•f•9Ëš2þ¡Ð¤îÁ)3„3�§ÎÊ œDlZ$gW‚®$"e„g¤‡ %ªý:pé² ìÛ„GÄò¬ŒJNbu!€þ²*™‹=y“gè¨ á°ª2a¸òûov˜fÜ䚦©Í¤¿ÞJ0ë\—H)m¢,æ%ûÇ’dç|ÿñ‡Ã½$ßù|ñp›LÚëéá^úvï^$„v-k ¼*‹>Ö»)Ø%†ŸIZMWÅdFë¬ AîÁð�DçC‘ƒÓ¯Š2«ê¡ãM§\kp•°ã>ŸÀ�S³Nqõ5�6“cû�i\0�…Ðã�Í5–p†Œ¬‚ SØౕܵT‹çÊ#½µ‚DÔ Bê´ÂqÜ.T1h¦UÆWÆ Ž��paö@4Q„¿Ã+¸F ñüì‘”ô”TGÚŃZDŒž¿NT#‚(ëŒW«²•äV´W²øth‹x–&̇-7‚]WÚÎ?/¤U˜V´™Ø½N!p®yãäÒWœ8A_íkÎëÉUDäÿ‹£‘\k$Ž,@âŸ-®8¬ÏN±Ö¹õ…9L+Îgð¿\¡ ü�‹,/³ öç© •€iO(�Öpݼuä’½!¦bËÆTñ<´°ÜPÌõS»Ù,ˆÐ+‘aÑpÿA´”ÞÂ×®ÌëmeÂOpϪ….97J,Å&:ÔS^ Ö±`PiÓ�–aAï9b딯!4l‰ˆŠS=)D'˜élâ¾¼‹ð<\=¶·5Æ8o k8Œ�DF,b£ ïPÔ ÂÏ=^¤^>9Úý„óÚ‡¥Ž9;ܽմnârž®^T FF´ !6š{“ åÞE]flˆÏ‰Ë(Gš¥Á:1ë¹7¯D,0þ¸4ÐØ3í}‹ùN(7ç©B×xÊ ¦6AîELË/€úô­U0 éRÁkì·é„“�“óÉHH…&Nn]:ìˆNæ*Ïz¶Âäl|­]¥/8ü_³×;ñÀš¡')`*k±Å`3¢Ÿ4‚JMŽBåç÷¨‰`QPÖ=ˆÂùä XužŽ¡RD@¥¤x=ïE®Ö9Ö½ß�²¥Œa,•&”$f~^ë¤Bµ¶+ÀÝ›@ÛγR‰6LØ ½ä½|ûdý«P¢ÿ(�jå pø°^Æ##ŒáÃX#BE?_Ü"Ï=øRUìkð*ÚW,‘ƒwKh£aÞË•+\GxŒ0EÅô’éý.+\L„?.£Ê°Â-BPXáÁ …~.ݱ2°â”úÕ›NAw‰¢»«%áÖ�ï´c™yV=ô!/Uì*á©ÉSt�Ãn5�ª!Ã>‡<âI�*^hž;H©ÚR¼ØðéÔ¤lH›ŒÓÔØ~7·Äur;˜òEsWÛ$Pî#¼©–Žàlâ‡O?M8ÌœÐqŽU'±Â!_/s$âI@´öz¤t9WÏXðND ÃH�¦Û ¦òGmbaòOy[êØ{„1bV¢»ö3bô(b„0¬‚¾»õŽ¢jú‰Ë/)²0b°5GÏžRó�ºQ‘4V³¬P‡o+6‡r’�á%Jª8Ü"ùqå_3à 5N°² cû&hü¾ À%è�Ø7±"û&ü8É¡î€�AÂf1šåtŽýH²ú˜wú‘FšWpéž&OšÕõŠ'È6U%bŒ¢ÂôÏs�L“j¹l:îµ-å ôµ°|S¤ ÌÍ‚GåkÝf OœÑª…þLNoi ·ƒR˜/<Š]Æa¤ôqÇÉR%­÷þ²3«šP§ÙhdÞ¿7ª·¾Lq¬½D^w½Ö¼{‰Þásqª–síÌ=‹ÍTÎhSûXî¹�W�C=×}gGl'N° µ ©oUO†²ÒV…îÞ«¢„_¹ºÑGðÑÜnl6yLk¿<[ëÚÆË'ީѱ«¼gÖöÀêCç_ŠY§@ÚG„ŠAè� â®þÛ¢h{?³ 0‡šÖª¶_LÝ„¹ ¼1Û_®e=„XÏ&´ç)¼ìgä̹84¯–8Ûá64Ì*“zY”„§n2±&À®Q�%ãiüâbUŠ ´ Ðo½DÐ LÐÒAÎö—¸4÷í­Öj»xèçî©ÆÂÛA§QÁ»‰7Â@çnn3¹ïŠ“;ÞgCW3”�q»:}šªñH)Šjÿ Äñ7­µœjÈs]"ޥ˵�ÀÜc¨Õ¹§xU�w0E1÷˜a`xŠëќㇷæÛ�±ýLXåR

Oleh: Dr. Mukhaer Pakkanna | Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta

“Banyaknya perempuan buruh di industri rokok atau buruh tembakau menandakan sejatinya perempuan buruh dan masyarakat miskin perokok justru memberikan sumbangsih sangat besar terhadap keuntungan superjumbo pemilik modal.”

Tanggal 31 Mei dikenal sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Gerakan ini diinisiasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 1987. Secara imperatif, WHO menyerukan agar para perokok berpuasa merokok (mengisap tembakau) selama 24 jam, serentak di seluruh dunia.

Bagi WHO, peringatan ini bertujuan menarik perhatian publik terkait kebiasaan merokok dan efek buruknya pada kesehatan. Mengonfirmasi WHO (2018), diestimasi, kebiasaan merokok setiap tahun memantik kematian sebanyak 7,2 juta jiwa. Indonesia adalah salah satu negara produsen tembakau dan ”surga” konsumen rokok terbesar yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), berupa kesepakatan global pengendalian tembakau di negara masing-masing. Padahal, fakta miris menyebutkan, kelompok anak-anak dan remaja cukup banyak terpapar rokok.

Menukil studi Sekolah Kajian Stratejik dan Global Pusat Kajian Jaminan Nasional Universitas Indonesia, ada 33,03 persen pemuda usia 18-24 tahun menjadi perokok aktif, disusul usia 39 tahun sebanyak 41,75 persen. Sementara perokok paling aktif berada pada usia 25- 38 tahun, yakni 44,75 persen.

Bahkan, data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018 menyebutkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun naik dari 7,2 persen (2013) menjadi 9,1 persen (2018). Padahal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 menargetkan perokok anak harus turun menjadi 8,7 persen pada 2024.

Maka, jika pola dan kebiasaan ini diteruskan, hampir bisa dipastikan sepuluh tahun ke depan usia anak-anak dan remaja, persentase perokok aktifnya akan lebih dominan, dan tentu mengancam nasib bonus demografi. Kemiskinan

Terdapat fakta dalam pelbagai studi relasi rokok dan kemiskinan bahwa terjadi surplus ekonomi masyarakat kelas bawah bergeser menjadi surplus ekonomi pemilik modal (industri rokok).

Dalam pendekatan teori strukturalis, Andre Gunder Frank (1978) menyebut disarticulated socio-economic structure, di mana masyarakat miskin (perokok, buruh industri, dan buruh tembakau) berkontribusi signifikan mendongkrak surplus profitabilitas industri rokok besar. Ihwal ini tidak jauh berbeda dengan sistem cultuurstelsel (tanam paksa) zaman VOC di Hindia Belanda.

Justifikasi historis seperti itu telah mengonfirmasi fakta-fakta teranyar. Pertama, harga rokok di Indonesia termasuk salah satu negara termurah setelah Nigeria, Kazakhstan, Pakistan, Vietnam, Armenia, Paraguay, dan Ghana (2021). Sementara komposisi perokok di dunia, 80 persen adalah negara-negara miskin dan berkembang. Di antara negara-negara tersebut, Indonesia dan Timor Leste meraih predikat pertama atau baby smoker countries untuk jumlah pria perokok di atas 15 tahun.

Merujuk data The Tobaco Atlas (2018), 66 persen pria di Indonesia adalah perokok. Artinya, dua dari tiga pria usia di atas 15 tahun adalah perokok.Sementara perokok paling aktif berada pada usia 25- 38 tahun, yakni 44,75 persen.

Kedua, merujuk hasil riset Lembaga Studi Demografi UI, banyak rumah tangga termiskin atau berpenghasilan rendah di Indonesia terperangkap konsumsi rokok; sebanyak tujuh dari sepuluh rumah tangga (hampir 70 persen) memiliki pengeluaran membeli rokok. Sementara enam dari sepuluh rumah tangga termiskin (57 persen) memiliki pengeluaran membeli rokok.

Ketiga, hasil Survei Sosial Ekonomi BPS (2021) merujuk data alokasi belanja rokok yang dikeluarkan masyarakat telah melampaui besaran belanja beras. Rokok masih menjadi konsumsi utama masyarakat Indonesia. Rata-rata pengeluaran rokok dan tembakau sebesar Rp 76.583 per kapita per bulan pada Maret 2021. Konsumsi rokok tersebut terkerek 4,3 persen dari Rp 73.442 per kapita per bulan pada Maret 2020.Selain itu, pengeluaran rokok merupakan yang kedua tertinggi di antara kelompok pengeluaran lainnya.

Keempat, data kemiskinan BPS (September 2022) mengungkapkan kontribusi rokok kretek filter terhadap garis kemiskinan di kota sebesar 11,10 persen per September 2022. Sementara itu, di desa, sumbangannya 10,48 persen.

Data ini berbicara, orang dikategorikan miskin banyak yang mengonsumsi rokok. Namun, bukan berarti orang kaya tak merokok. Bagi mereka, share pengeluaran rokok ini sangat kecil dibandingkan pengeluaran barang mewah lain karena kurvanya inelastic demand. Kontras fakta miris itu, kinerja tiga pemain besar industri rokok di Tanah Air, yakni PT Sampoerna Tbk, PT Gudang Garam Tbk, dan PT Djarum, terdongkrak signifikan. PT HM Sampoerna Tbk, misalnya, dalam laporan keuangan 2022 menorehkan laba kotor Rp 17,16 triliun dan penjualan bersih Rp 111,21 triliun atau naik 12,48 persen. Sejak dibeli Philip Morris International pada 2005, Sampoerna Tbk menunjukkan rerata pertumbuhan laba bersih per tahun hingga 13 persen.

Demikian juga PT Gudang Garam Tbk membukukan laba bersih Rp 2,77 triliun (2022) dari tahun sebelumnya sebesar Rp 5,60 triliun. Selanjutnya, PT Djarum, melalui anak-anak perusahaannya, makin agresif menjadi pemain di pelbagai sektor bisnis, seperti e-commerce, properti, media, hingga sektor perkebunan/pertanian. Dalam proses produksi tembakau dan rokok, kontribusi perempuan memainkan peran penting.

Dalam proses produksi tembakau dan rokok, kontribusi perempuan memainkan peran penting. Meminjam riset Bank Dunia (2018), sebaran wilayah dalam hal penyediaan lapangan kerja di pabrikan tembakau 94 persen terkonsentrasi di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Lebih spesifik, terdapat beberapa daerah yang mayoritas menggantungkan serapan tenaga kerja di industri hasil tembakau (IHT) seperti Kudus (30 persen), Temanggung (27,6 persen), dan Kediri (26 persen). Mayoritas pekerja yang ada di IHT ini, perempuan berusia muda, terutama untuk produksi rokok sigaret kretek tangan (SKT).

Menukil riset Ratna Saptari (2020) dengan mengambil kasus perempuan buruh pabrik rokok HM Sampoerna (Surabaya dan Jombang), ditemukan pabrik rokok lebih banyak mempekerjakan perempuan daripada laki-laki. Alasannya, pekerja laki-laki banyak terlibat di serikat buruh dan kerap melakukan aksi mogok kerja sehingga dianggap dapat menghambat proses produksi.

Dalam industri ini, para buruh dituntut mengikuti suatu standar kerja yang mengharuskan mereka untuk memproduksi rokok sesuai target. Bahkan, rerata perempuan buruh bekerja 12 jam dengan rincian tujuh jam bekerja di sektor publik sebagai buruh pabrik dan lima jam bekerja di sektor domestik, sehingga jam kerja perempuan jauh lebih banyak daripada laki-laki.

Bahkan, merujuk laporan Kebijakan Penelitian Bank Dunia (2015), pada umumnya di beberapa negara berkembang, jam kerja per hari perempuan lebih lama satu jam atau lebih daripada laki-laki. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia, para perempuan buruh pabrik rokok bekerja 12 jam per hari dan suaminya bekerja 10 jam per hari.

Padahal, Konvensi ILO Nomor 100 menunjukkan, upah yang dimaksud tidak hanya upah pokok, tetapi juga tunjangan untuk kesejahteraan lain yang diberikan perusahaan kepada perempuan pekerja. Dalam praktiknya, tunjangan perempuan buruh yang sejatinya memperoleh tunjangan kesejahteraan ditiadakan, seperti tidak mendapatkan tunjangan kesejahteraan bagi suami dan anaknya.

Dalam perspektif jender, pemberian upah yang rendah bagi perempuan pekerja disebabkan perempuan diposisikan sebagai pekerja yang bersedia diberi upah rendah. Mereka dianggap bukan penghasil utama dan hanya merupakan pencari nafkah kedua (komplementer). Selain itu, ada anggapan, perempuan buruh mudah diatur dan rendah daya resistansinya (Uli, 2005). Kondisi diskriminasi perempuan sebagai buruh industri rokok dan tembakau makin menjustifikasi bahwa perempuan di ranah publik (industri) masih menjadi obyek eksploitatif dari rezim pemilik modal besar.

Padahal perempuan, terutama ibu rumah tangga berkeluarga, dibebani tiga fungsi simultan (triple burden of women), yakni harus melakukan fungsi reproduksi, produksi, dan fungsi sosial di masyarakat (Sadli et al, 2008).

Secara nasional, merujuk data resmi Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas, Agustus 2019), kondisi perempuan sebagai pekerja keluarga merupakan gambaran dari keadaan riil ketenagakerjaan di Indonesia.

Kaum perempuan berumur 15 tahun ke atas umumnya memiliki kegiatan mengurus rumah tangga (36,43 persen), dan membantu menambah penghasilan dengan ikut bekerja membantu kepala rumah tangga sebagai ”pekerja keluarga”. Dalam Profil Perempuan Indonesia (2019), persentase perempuan berstatus pekerja keluarga 33,30 persen, sedangkan lelaki cukup kecil, 7,70 persen. Kaum perempuan identik dengan kemiskinan. Banyaknya perempuan buruh di industri rokok atau buruh tembakau menandakan sejatinya perempuan buruh dan masyarakat miskin perokok justru memberikan sumbangsih sangat besar terhadap keuntungan superjumbo yang diperoleh pemilik modal raksasa industri rokok.

Ketidakadilan seperti itu harus diakhiri, dengan cara menaikkan harga rokok, meningkatkan literasi pengendalian tembakau dan rokok, buat ekosistem hidup sehat tanpa asap rokok, serta kemauan politik dan konsistensi pemerintah untuk menyelamatkan bonus demografi kita.

Tulisan ini diterbitkan Kompas.id pada 3 Juni 2023 (https://www.kompas.id/baca/opini/2023/06/02/rokok-kemiskinan-dan-perempuan)

Seperti telah saya tulis kemarin, bahwa menjadi miskin tentu bukan keinginan manusia. Kemiskinan selalu saja terkait dengan problem yang terjadi ketika kemiskinan tersebut terjadi. Kemiskinan tentu saja juga bukan pilihan. Manusia dengan kemampuan rasionalitasnya tentu juga tidak ingin menjadi miskin. Kemiskinan semata-mata merupakan bagian dari kehidupan manusia yang memang harus terjadi. Meskipun sekali lagi, kemiskinan tersebut bukan kemauan dan bukan pula keinginan pelakunya.

Tentang keberadaan orang miskin, memang menjadi bagian dari sunnatullah. Di dunia ini memang ada orang yang menempati status sosial ekonomi rendah karena berbagai penyebabnya. Adanya dalil tentang zakat, infaq dan shadaqah yang harus diberikan kepada orang-orang miskin, kiranya bisa menjadi penanda bahwa kemiskinan memang bukan sesuatu yang ahistoris. Sepanjang sejarah kehidupan manusia tentu ada penggolongan sosial yang disebut miskin dan kaya. Mungkin terkecuali ketika manusia belum memasuki ”kawasan” komunitas atau masyarakat. Ketika manusia masih berkelompok sebagai pemburu maka situasi miskin dan kaya seperti sekarang  mungkin belum ada.

Memang Tuhan telah menentukan tentang umur dan rizki. Saya hanya akan membahas selintas tentang kaitan antara takdir dan rizki. Hal ini perlu dibahas, sebab jangan sampai ada pemikiran bahwa seseorang menjadi miskin karena takdir. Memang sudah ditakdirkan menjadi miskin. Takdir atau bahasa kesehariannya disebut sebagai ketentuan Tuhan tentu saja bisa diketahui setelah berbagai macam upaya dilakukan dan ternyata hasilnya seperti itu. Takdir terkait dengan hasil usaha yang sudah diketahui. Takdir tentang rizki memang menjadi ”kewenangan” Allah untuk menentukannya. Besaran rizki adalah ”wewenang” Allah untuk menentukannya.  Namun demikian, untuk mencapai besaran rizki, maka seseorang harus melakukan upaya untuk mencapainya.

Jadi, ada relasi antara usaha atau ikhtiyar dengan perolehan rizki seseorang. Seseorang yang berpangku tangan atau menganggur tentu tidak akan memperoleh apapun kecuali belas kasihan orang. Bahkan juga sangat mungkin, dia tidak memperoleh apapun karena ketiadaan usaha tersebut. Itulah sebabnya Allah menganjurkan agar seseorang berusaha sekeras-kerasnya agar memperoleh dunianya.  Bukankah terdapat hadist Nabi yang sangat populer bahwa ”bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya.”  Manusia harus berusaha untuk menghadapi kehidupan dunianya.

Untuk berusaha, maka dibutuhkan tiga hal utama, yaitu: kemampuan akal, kemampuan fisik dan struktur sosial yang mendukung akses ”keduniawian” tersebut. Melalui kemampuan akal, kecerdasan, pendidikan, keahlian atau profesionalitas, yang didukung oleh kesehatan fisik yang memadai serta didukung oleh struktur sosial yang memberi peluang untuk berusaha, maka dimungkinkan bahwa seseorang akan mampu berkembang dalam mengakses kehidupan duniawi.

Untuk memahami tentang pentingnya struktur yang memberi peluang bagi pengentasan kemiskinan adalah apa yang dilakukan oleh Muhammad Yunus dengan Grameen Bank-nya. Dukungan struktur yang baik terhadap kemungkinan akses ekonomi, ternyata bisa menjadi jalan keluar dari masalah kemiskinan. Dengan pemberian modal yang sesuai dengan kebutuhan mereka, maka mereka bisa mengakses perekonomian yang selama ini tertutup.

Nah jika demikian halnya, maka menjadi miskin bukan semata-mata takdir Tuhan yang bersangkutan untuk menjadi miskin, akan tetapi karena faktor duniawi yang memang mengharuskannya menjadi miskin. Seseorang yang tanpa pendidikan, keahlian, profesionalitas tentu akan memiliki akses yang berbeda dengan yang memilikinya. Seseorang yang hanya berpangku tangan juga tidak akan memperoleh apapun ketika yang bersangkutan berharap. Maka harapan, usaha dan kepastian ukuran hasilnya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Dengan demikian, ketika memaknai takdir  kemiskinan, maka harus juga diperhatikan faktor-faktor pendukung terhadap keberlangsungan kemiskinan tersebut. Dengan penjelasan ini, kita tentu juga masih bisa bertanya apakah kemiskinan itu takdir Tuhan.

Wallahu a’lam bi al shawab.